Terpancar Harapan Migran Dari Balik Jeruji Besi Negeri Formosa I Cerita Dai Internasional Taiwan

Nantou (JagatNU.com) – Peralihan cuaca antara dingin ke panas ataupun sebaliknya sungguh cepat dan kerap sulit diprediksi, itulah potret cuaca di negeri Formosa pada kisaran bulan akhir maret sampai awal April menjelang Idul Fitri 1445 H, datang suatu hari disaat setelah menjalankan sholat ashar, Handphone saya bergetar tanda masuknya pesan whatsapp, saya buka pesan tersebut dari Mas Kyai Harun Ismail beliau adalah Ketua Lembaga Dakwah PCINU Taiwan beliau juga tercatat sebagai diaspora mahasiswa Program Doktoral di Taiwan, yang isinya kurang lebih begini “Assalamualaikum nopo saged malam ini ke Ranting Taoyuan? bermalam disana, paginya ngaos bersama orang penjara di Nantou. malam ini di Jemput banser di kantor. 

saya arti Bahasa Indonesianya begini “apakah mala mini bisa ke ranting Taoyen? bermalam disana, paginya mengisi kajian bersama para narapidana di Sel Nantou”. Seketika setelah membaca pesan ini, pikiran langsung terlintas tentang sisi gelap yang namanya “Lapas” Lembaga Pemasyarakatan sebutan di Indonesia, jika di Taiwan namanya “Detention Center” Pusat Penahanan, tidak lama setelah itu saya balas dengan jawaban singkat “siap mas yai bismillah laksanakan”. 

Sekitar pukul 20.30’an WITA persis setelah melaksanakan tarawih berjamaah, ada sahabat banser datang ke Kantor Sekretariat PCINU, ada Ndan Imam berserta Ketua Ranting Taoyuan, dan pengawalnya datang menghampiri saya, tak lama kemudian setelah obrolan ringan, saya dan sahabat-sahabat langsung menuju stasiun TMS “Taipei Main Station” istilah yang kerap temen-teman sebut sebagai pusat transportasi ke seluruh Taiwan.

Saya mengambil jalur kereta MRT menuju Taoyuan dan harus transit 1 kali untuk berpindah kereta, perjalanan sekitar 45 menit. Setelah sampai stasiun Taoyen, saya bergegas keluar ke parkiran motor, sebab ndan Imam sahabat banser yang menjemput saya menitipkan kendaraan motornya di parkiran stasiun, saya naik dan dibonceng oleh ndan Imam dihantarkan sampai ke Kantor Sekretariat Ranting PCINU Taoyuan, seketika sampai saya disambut oleh beberapa pengurus termasuk Rois Syuriah PCINU Taiwan Yai Imron beserta Katib Syuriah Mas Yai Ghofur, malam itu saya serasa senang sekali dengan sambutan yang sangat hangat dan komplit, menambah syahdu pertemuan saya dengan sahabat-sahabat ranting Taoyuan dengan jamuan makanan favorit saya “gule kambing” khas Indonesia. “alhamdulillah nikmat mana lagi yang kau dustakan sambil menyedot batang rokok”. 

Diskusi tentang jeruji besi beserta segala isinya, mulailah saya lemparkan ke forum qohwah wa dukhon “kopi dan rokok”, tepat disitu ada mas Akmal beliau adalah eks staf KDEI Taiwan (Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia), beliau orang yang cukup banyak mengetahui kondisi lapangan para migran Indonesia termasuk terkait dengan macam persoalannya.

Sambil mencutik ujung rokok ke asbak saya mencoba melempar beberapa pertanyaan dasar ke Mas Akmal dan beberapa sahabat-sahabat disana, yakni kira-kira begini, secara umum apa saja problem para migran di lapangan pekerjaan, dan sebab apa para migran Indonesia hingga masuk ke jeruji besi? Disinilah kemudian diskusi yang tadinya saling melempar tawa, sejak saya lempar pertanyaan ini berubah kondisi cukup serius namun tetap santai, mas Akmal mendengar pertanyaan dari saya langsung dapat menjabarkan tentang kondisi para migran, dari mulai problem personality, agency/penyalur tenaga kerja, regulasi perwakilan Pemerintah Indo dan Taiwan, hingga instansi/majikan atau pemberi kerja. Jadi ada beberapa secara personality migran bermasalah seperti misalnya mengkonsumsi narkoba, mencuri dll.

Dari sisi pekerjaan disebabkan oleh kecelakaan kerja, majikan tidak bertanggung jawab dll, dari sisi agency kerap kali memotong gaji dengan dalih yang tidak firm dari awal dan kerap tidak bertanggung jawab jika terjadi perselisihan antara PMI dengan pemberi kerja/majikan, dari sisi regulasi mulai dari dinas ketenagakerjaan Taiwan yang cukup soft namun regulasi kita di Indonesia belum terlalu melindungi migran jika terjadi beberapa hal misalnya status overstay/kabur dari kerjaan sebab majikan yang tidak bertanggung jawab atau lainnya,termasuk ranting Taoyuan lantai 2 menjadi tempat penampungan beberapa migran yang statusnya adalah overstay “visa kerja sudah habis atau karena melarikan diri dari majikan dll”, lalu belum lagi terkait beberapa jaminan asuransi bpjs yang dibayar setiap bulan oleh migran dan seterusnya.

Mulai dari sini saya sudah cukup mendapatkan bahan untuk saya Analisa dan saya akan bawakan sebagai bahan refleksi dengan para narapidana di penjara tepatnya di Sel Nantou Taichung, diskusi pun dirasa cukup saya dan yang lainnya beranjak untuk beristirahat. 

Pagi, sekitar pukul 07.00 WITA, Saya, Gus Syarofi, Katib Syuriah Mas Yai Ghofur, Sekretaris PCINU Mas Husni,  kami berempat dijemput oleh seseorang yang sangat peduli dengan kondisi migran di sel beberapa kali kerap mengunjungi sel tersebut untuk memberikan bantuan, beliau familier dipanggil pak haji, beliau ini orang Pakistan menikah dengan Wanita Indonesia dan membuka usaha sudah puluhan tahun di negeri Formosa ini. 

Saya dan rombongan berangkat mengunjungi para napi ternyata atas inisiatif awal pak haji yang menyambungkan lewat garis koordinasi organisasi di tingkat PCI, mengetahui ini saya semakin tertriger untuk memberikan sentuhan kepada objek yang akan saya kunjungi yaitu napi mulia pejuang devisa negara.

Perjalanan dari Taoyuan ke lokasi sekitar dua jam setengah, pukul 09.30 WITA saya dan rombongan sampai di lokasi, kami bergegas turun dan menuju ke Front Office, pak haji yang juga fasih Bahasa mandarin, beliau langsung lapor dan mohon izin agar supaya dapat masuk menjenguk para napi, alhamdulillah petugas mengizinkannya walaupun tidak boleh membawa napi ke ruang temu sehingga kami hanya bisa bertemu persis depan jeruji besi dan diberikan waktu berkunjung 25 menit di sel pria dan 25 menit di sel Wanita. 

Awal yang kami kunjungi adalah sel tahanan napi pria, di sana ada sekitar 20’an napi berasal dari PMI (Pekerja MIgran Indonesia), saya memulai berdialog ringan dengan mereka, dengan awal memperkenalkan diri saya, menanyakan nama dan asal Indonesianya, semua saya sapa, dan hampir semua saya tanyakan namanya kecuali ada satu napi yang masih terbaring sakit di belakang ia tidak bisa jalan kedepan jeruji besi.

Sambil melempar sapaan hangat saya memulai dengan interaksi dengan mereka dengan menyampaikan kalimat “Anda semua adalah saudaraku, anda orang baik, orang yang sedang berjuang, anda mujahid, ini tempat juang anda dalam proses menuju kebaikan diri keluarga anda kedepan, maka saya titip sekali jadikan ini menjadi media tirakat anda sehingga anda semua mendapat hikmah dan diangkat derajatnya kelak dunia dan akhiratnya, seorang hamba semua mempunyai masa depan, orang baik punya masa lalu, orang kurang baik punya masa depan putih” المجاهد من جاهد نفسه في طاعة الله , muara nya adalah bagaimana taat kepada Allah dalam segala situasi.

Kalimat ini mulailah beberapa diantara mereka meneteskan air mata, dan saya pun mulai terenyuh mendengar keterangan mereka dari sisi penyebab masuk sel, kondisi di sel, hingga berbicara harapan. Fulan namanya dia berasal dari kota ujung Jawa, dia masuk sel karena overstay masa kerjanya sudah habis, namun ia memaksakan diri untuk melanjutkan kerja ditempat lain tanpa perpanjangan secara legal, bertahun-tahun dia menyandang status ilegal/overstay hingga kemudian dia tertangkap oleh pihak polisi Taiwan dan akhirnya harus mempertanggung jawabkan statusnya dalam jeruji besi karena dia tidak mampu membayar denda yang cukup besar yakni bisa mencapai sekitar 30 – 50 Jutaan agar lolos jeruji namun tetap dideportasi.

Sekitar 3 fulan napi saya tanya cukup dalam dan macam-macam kronologinya namun disel pria ini secara umum adalah kasus yang berasal dari overstay. Saya dan Gus Sharofi di tengah pembicaraanya mendengar kata tercelutuk dari mulut napi saya NU tapi susah sholat karena pakaian yang diberikan pihak sel hanya dua stel baju dan saya pun langsung menjawab dengan jawaban yang memudahkan muaranya agar tetap para napi dapat melaksanakan sholat, setelah selesai pembicaraan dalam pendekatan agama, saya mengakhiri interaksi sekaligus memberikan nasehat-nasehat agama dengan membaca sholawat tibbil qulub berdoa bersama dan bersalaman.  

Tahap satu menjenguk tahanan pria usai, setelah itu saya dan rombongan beranjak memasuki Gedung sebelah untuk mengunjungi tahanan Wanita, setelah sampai di ruang depan sel Wanita, sebelum saya menyapa sudah agak disautin oleh para napi Wanita, mungkin lazimnya lapas begitu ya disaat ada kau madam masuk seperti ada pemandangan indah bagi mereka, tapi sudahlah saya tidak berfikir apapun yang terlintas hanya bagaimana kalimat yang keluar dari lisan saya nanti akan bermanfaat sehingga para napi dapat menangkap dan memperbaiki dirinya.

Kemudian saya mencoba menyapa dari jarak dekat sambi mendekati jeruji besi, saya melihat para migran Indo di sel Wanita ternyata lebih banyak dari pada sel laki-laki Indo, di sel Wanita Indo sekitar 40’an dipetak sel ini Wanita Indo mendominasi di antara tahanan asal negara lainnya dan yang cukup mengejutkan juga didominasi oleh Wanita-wanita yang berusia masih sangat muda dan rata-rata kasusnya tidak beda jauh yakni overstay, bahkan beberapa diantara mereka baru bekerja di Taiwan sekitar 1-3 tahun kemudian ada yang kabur karena terdesak tawaran gaji lebih besar dari teman, atau ajakan pacarnya dan masih banyak lainnya, nah ini berbeda jika di sel pria walaupun tergabung dari tahanan asal mancanegara, namun tahanan pria Indo tidak mendominasi seperti Vietnam.

Menyapa mengenalkan diri menatap dengan senyuman sedikit menghibur dengan candaan ringan mulailah saya mencoba masuk berinteraksi ke titik inti, saya mencoba memberikan pandangan-pandangan dengan pendekatan keagamaan dan kebetulan para napi semua adalah muslim, seperti halnya di sel pria tadi saya menyampaikan beberapa hal sama seperti saat disel pria yakni sel sebagai media tirakat menjemput masa depan lebih baik.

Karena saya harus bisa menafsirkan bahwa jeruji besi adalah tempat Dimana kita meleburkan dosa-dosa, kesalahan-kesalahan manusia kemudian fitrah lagi dan dalam prosesnya ia mengukir dengan ukiran ketaatan dan semakin ingat terhadap Tuhannya hingga akhirnya ia mendapat maghfiroh dan hikmah yang menyebabkan ia menjadi hamba yang punya masa depan putih, inilah substansi singkat yang saya sampaikan tentu cara penyampaiannya dengan berbeda gimmick gaya dan Bahasa supaya mereka dapat menerimanya dengan baik.

Diakhir Gus Syarofi  melantunkan sholawat Tibbil Qulub seraya melangitkan doa dan semua para napi Wanita menangis tersedu-sedu ada yang hanya menutup mukanya dengan kedua tangan, kemudian diujung setelah ditutup kami mau pamitan, ada dua orang napi di pojok berbisik memanggil saya ustad bawa al qur’an tidak, seloroh bertanya.

Saya pun hampir meneteskan air mata dan menjawab dengan lirih kami semua rombongan ini tidak membawa al-qur’an, mukena, dan alat sholat lainnya. Wanita tersebut terpancar wajah kecewanya mendengar jawaban saya, karena saya sungguh yakin mereka semua ini rindu akan lantunan ayat-ayat al-qur’an apalagi dalam momentum Ramadan.  

Waktu sudah lebih dari 25 menit rupanya sangat singkat perjumpaan dan interaksi saya dan para napi sudah harus keluar karena sudah diperingatkan oleh petugas, akhirnya saya dan rombongan pamit kepada mereka semua dan kami mulai meninggalkan sel menuju ke arah front office untuk lapor dan saya pun pulang menuju Taipei dihantarkan oleh mas Husni beliau adalah Sekretaris PCINU Taiwan.

Finally, Saya menghasilkan Pelajaran dari perjalanan kali ini, dan saya meyakini betul bahawa semua napi yang berada disel khususnya yang berasal dari Indonesia sangatlah rindu dengan agama, sangatlah rindu dengan sholat, membaca al-qur’an, dan beribadah untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Semoga, Amin.

Oleh : Fani Ruusul Masail (Dai Internasional LD PBNU)

Media Sosial

Terpopuler

Artikel terkait