Taffa Dailiao (JagatNU.com) – Selepas berjamaah Ashar bersama delapan jamaah Masjid an-Nur Thongkang, aku merapikan koper dan mengemasi seluruh barang bawaan. Sudah saatnya jadwal safari dakwahku bergeser ke tempat kedua. Kang Umar, selaku ketua Ranting NU Thongkang bertanggungjawab penuh atas perjalanan dakwahku selanjutnya.
Sebelum pergi ke Taipei untuk cuti pulang ke Tanah Air dalam rangka ganti status menikah, ia sudah menyewa travel langganannya. Mobil sejenis L300 itu mengantarkanku ke Taffa Daliao, yang masih wilayah Kaohsiung. Aku di antar oleh Kang Umar, Kang Sakhowi sepupunya, dan Kang Rofik pelaut muda asal Rembang.
Perjalanan yang ditempuh selama kurang lebih 30 menit itu, diiringi oleh lantunan musik dangdut Indonesia. Meski sang supir tak paham apa paham liriknya, ‘Goyang Dumang’ dan ‘Sakitnya tuh Di Sini’ memenuhi lubang telinga kami. Sesekali suara Farhan Zainal Muttaqin atau yang dikenal dengan panggilan Faank juga menghibur kami dengan grup Wali Band.
Setiba di Taffa, kami disambut puluhan jamaah mushala al-Barakah. Setidaknya ada sisa waktu kurang sejam sebelum azan Magrib tiba. Jeda waktu sebelum Magrib diisi dengan perkenalan dan obrolan gayeng di karpet merah menyala Mushala. Satu demi satu, ku tanya nama dan asal daerah para hadirin yang duduk bersila melingkar. Setelah semua hadirin mengenalkan dirinya, tiba giliranku mengenalkan diri. Obrolan kami sore itu sangat cair.
Tak mau kehilangan konteks dakwah di tempat tugas baruku, tanpa basa-basi ku tanya sejarah asal muasal mushala dengan bangunan berukuran kurang lebih lima kali empat puluh meter itu. Bentuknya persegi Panjang. Lantai satu lobi. Lantai dua ruang mes yang berisikan sejumlah ranjang PMI salah satu pabrik di Taffa. Lantai tiga ruang shalat dengan akses tangga yang berada di tengah-tengah.
Pertanyaan ku tujukan pada sesepuh mushala. Semua menunjuk pada nama Abah Sarkum. Nama yang tak asing bagiku. Sebab beberapa hari sebelum keberangkatan ke Taiwan, aku mencari tahu terkait medsos PCINU Ranting Kaohsiung tempat safari dakwahku. Pada salah satu postingan Instagram, nama Abah Sarkum pernah ku baca lengkap dengan foto yang tertera dengan keterangan selaku Rais Syuriyah Ranting NU Kaohsiung. Oiya, beliau pernah ku ajak mengobrol di Kantor Ranting Kaohsiung pada ahad malam sebelumnya.
Abah Sarkum mulai menuturkan cerita, “Sekitar tahun 2018, dalam perjalanan menuju pabrik pemotongan/peleburan alumunium tempatku bekerja, saya melewati sekawanan teman-teman PMI yang sedang minum minuman keras. Dalam hati, saya memohon kepada Allah swt agar teman-teman ini kembali mengingat Allah dan diberikan jalan hidup yang baik. Saya sengaja berdoa, agar salah satu di antara mereka ada yang kesurupan sehingga nanti di antara mereka mencari saya”.
“Tak lama, doa saya dikabulkan oleh Allah swt. Di antara mereka yang sedang mabuk, ada salah satu yang tak sadarkan diri karena kemasukan makhluk halus. Joker nama akrabnya. Akhirnya komplotan itu mencariku agar salah satu temannya bisa disembuhkan. Saat ku ajak bicara, sosok yang mendiami tubuhnya malah menitikan air mata. Makhluk tak kasat mata itu menangis ingin bertaubat dan mengucap kalimat syahadat. Tak lama ia sadar”, kenang Abah Sarkum.
“Sejak kejadian itu, keinginganku untuk bermaksiat seketika lenyap. Secara otomatis aku dekat dengan Abah Sarkum. Beliau ku angkat menjadi guru. Berkat bimbingan beliau aku berhasil keluar dari masa kelamku. Sebelumnya semua jenis kemaksiatan sudah ku cicipi. Terlebih lingkungan Taiwan sangat mendukung. Minuman keras. Judi. Main Perempuan dan Molimo lainnya sudah menjadi keseharianku. Alhamdulillah berkat, “keisengan” Abah Sarkum, hidupku lebih “bercahaya”. Bahkan ibuku memintaku untuk mengangkat Abah Sarkum sebagai Ayah angkat”, demikian tutur Kang Joker yang berasal Indramayu itu.
Pria yang bernama asli Sunarto itu lanjut bercerita, “Sejak mengenal Abah Sarkum, aku mulai aktif dalam majlis Yasin Tahlil yang rutin digelar sebulan sekali pada Ahad malam. Setiap minggu ketiga, aku men-japri kawan-kawanku satu per satu. Ku ajak mereka berkumpul membaca Yasin dan Tahlil berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Atau dari satu warung Indo ke warung lainnya.
Pada suatu waktu aku berbincang dengan Abah Sarkum. Saat itu kami berada di Mess yang ku tinggali. Ku ajukan keinginanku pada Abah Sarkum untuk memiliki satu tempat tetap untuk majlis Yasin Tahlil sekaligus sebagai tempat shalat. Abah Sarkum secara spontan menunjuk Mes-ku ini untuk dijadikan mushala. Itu terjadi sekitar tahun 2018.
Singkat cerita, aku mendapat izin dari laopan untuk memanfaatkan lantai tiga mes-ku menjadi tempat pay-pay. Tentu kemudahan ini atas seizin Allah yang berangkat niat ketulusan kami untuk terus berusaha menjadi orang baik. Meski saat itu lantai dua mes-ku masih menjadi tempat judi bagi kawan-kawan. Memang sudah sejak lama mes yang ku tinggali dikenal sebagai kasino bagi masyarakat Indonesia di wilayah Taffa Daliao.
Berbagai macam judi dan lotre menjadi kegiatan sehari-hari di mes-ku. Meski lantai tiga sudah ku putuskan menjadi mushala, kegiatan haram itu masih saja berlangsung di lantai dua. Bahkan pernah suara lantunan Yasin Tahlil diimbangi dengan teriakan para penjudi di lantai dua. Namun bagaimanapun “cahaya” akan menyinari kegelapan di sekitarnya. Lambat laun kegiatan perjudian mulai tersisihkan. Nyaris semua para pelakunya ku ajak untuk naik ke lantai tiga. Hingga akhirnya lantai kedua normal menjadi tempat tidur mes. Sedangkan lantai tiga semakin kukuh menjadi tempat ibadah bagi warga “Sedulur Taffa”.
Pada puncak era pandemi, Mushala ini menjadi tempat berlindung bagi para teman-teman PMI. Keterbatasan gerak di kala pandemi, mengumpulkan banyak PMI untuk berkegiatan positif di Mushala kami. Mulai shalat berjamaah, baca Yasin Tahlil, maulid dan banyak lagi”.
Sesepuh Mushala al-Barakah Taffa, Pak Ahong juga membagikan ceritanya padaku, “Dulu saya peminum. Bahkan saya pernah meminum botol miras di depan Abah Sarkum. Tapi dengan kesantunannya, beliau tidak menghakimiku dan menjauhiku. Bahkan beliau sempat pernah menawariku membantu membuka botol. Upaya sindiran yang sangat halus.
Kang Joker salah satu yang berjasa dalam hidupku selain Abah Sarkum. Tak pernah Lelah Kang Joker meghubungiku untuk ikut dalam majlis Yasin Tahlil. Hingga akhirnya aku bergabung.
Perkumpulan majlis Yasin Tahlil yang berpusat di mushala tempat Kang Joker, semakin membesar. Aku berpikir mushala itu perlu sebuah nama. Karena keberkahan perkumpulan baik itu aku berhenti minum. Akhirnya ku usulkan mushala itu dinama al-Barakah. Alhamdulillah teman-teman menyetujuinya”.
Secara resmi Mushala al-Barakah diresmikan pada bulan Maulid (Rabiul Awal) tahun 2021.
Taffa Daliao, Sabtu 23 Maret 2024/ 12 Ramadan 1445 H
Oleh: Ali Fitriana Rahmat (Dai Internasional LD PBNU)