Biaya Haji dan Ikhtiar Menjaga Kualitas Layanan

Nurul Badruttamam

Sekretaris Lembaga Dakwah PBNU/Direktur Pusat Kajian dan Pengembangan Haji Umrah Indonesia

Alhamdulillah, kabar gembira mengemuka di awal tahun 2023. Sukacita itu dikabarkan langsung dari keberhasilan Misi Haji Indonesia yang dipimpin oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi telah menyepakati penyelenggaraan ibadah haji 1444H/2023 M dengan kuota full tanpa adanya pembatasan usia. Kesepakatan itu ditandatangani oleh Gus Men, panggilan akrab Menag, bersama Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi, Tawfiq F. Al Rabiah di Jeddah.

Dikabarkan Gus Men, kuota haji tahun ini sebesar 221.000 jemaah, yang terdiri dari 203.320 kuota jemaah haji reguler, 17.680 jemaah haji khusus, dan 4.200 kuota untuk petugas. Selain itu, pada kesempatan tersebut juga disepakati aturan pendaratan pesawat di Jeddah dan Madinah serta kebijakan baru terkait pelayanan ibadah haji.

Terpenuhinya kuota haji secara penuh menjadi kabar bahagia tersendiri bagi jemaah yang sudah lama menanti. Padahal, jumlah waiting list jemaah haji Indonesia per tanggal 12  September 2022 sebesar 5.179.396 orang. Dengan rata-rata nasional masa tunggu  keberangkatan jemaah haji Indonesia adalah 25 tahun dengan asumsi kuota normal.

Tambahan kuota sebagaimana telah diupayakan Gus Men tentu menjadi harap bagi jemaah.

Disampaikan Menag, saat ini Indonesia masih mengupayakan tambahan kuota dengan memanfaatkan kuotan dari negara lain yang tidak terserap maksimal. Prakarsa ini sekaligus menjadi bukti keseriusan penyelenggaraan haji.

Selain itu, tahun ini juga disepakati tidak ada pembatasan usia sebagaimana syarat keberangkatan haji di masa pandemi. Sebagaimana diketahui, pada penyelenggaraan haji 2022 lalu, pemerintah Arab Saudi mensyaratkan batasan usia di bawah 65 tahun untuk memastikan kesehatan dan kesejahteraan jemaah. Tidak adanya batasan usia dan penuhnya kuota keberangkatan ini, sekaligus menjadi harapan berkurangnya antrean bagi jemaah.

Mempertahankan Prestasi Penyelenggaraan Haji 1443H/2022M

Penyelenggaraan haji 1443H/2022M telah ditunaikan dan mendulang apresiasi dari banyak kalangan. Penghargaan ini juga terafirmasi dari hasil survei indeks kepuasan jemaah haji (IKJH) yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 19 September 2022 lalu. Hasilnya menunjukkan kategori sangat memuaskan. Hal ini merupakan indeks kepuasan di atas 90  untuk kali pertama, setelah 11 kali pelaksanaan survei sejak Tahun 2010. Meski begitu, hasil survei ini harus disikapi dengan bijaksana, untuk tetap mempertahankan kualitas layanan haji pada tahun-tahun berikutnya.

Tantangan penyelenggaraan haji tahun ini dengan kuota normal tentu akan sangat berbeda dengan pelaksanaan haji di masa pandemi. Menurut data yang dirilis Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh (Ditjen PHU) total jemaah lansia pada penyelenggaraan haji 1444H/2023M sebanyak 62.879 jemaah. Jumlah ini jauh lebih banyak dari biasanya, tersebab adanya penundaan keberangkatan pada tahun sebelumnya.

Berbagai persiapan untuk mendampingi jemaah haji lansia terus diikhtiarkan, salah satunya dengan menyiapkan petugas yang memiliki kemampuan khusus untuk mendampingi jemaah haji lansia. Tentu, ini jadi harapan banyak pihak mengingat ibadah haji merupakan ibadah multidimensi yang melibatkan fisik dan rohani. Kesiapan fisik jemaah harus disiapkan dan dipastikan dalam keadaan prima.

Tentu saja harapan untuk mempertahankan kualitas layanan haji menjadi asa bagi semua. Untuk itu, evaluasi pada penyelenggaraan haji tahun sebelumnya perlu ditindaklanjuti mulai dari berbagai layanan seperti akomodasi, konsumsi, fasilitas kesehatan jemaah, hingga bimbingan ibadah.

Rasionalisasi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji

Sedang hangat menjadi perbincangan khalayak terkait biaya haji, Kementerian Agama mengusulkan rerata Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) 1444 H/2023 M sebesar Rp69.193.733,60. Jumlah ini adalah 70% dari usulan rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang mencapai Rp98.893.909,11.

Usulan ini disampaikan Menag Yaqut Cholil Qoumas saat memberikan paparan pada Rapat Kerja bersama Komisi VIII DPR. Raker ini membahas agenda persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun ini. Dibanding dengan tahun sebelumnya, usulan BPIH 2023 naik Rp514.888,02. Namun, secara komposisi, ada perubahan signifikan antara komponen Bipih yang harus dibayarkan jemaah dan komponen yang anggarannya dialokasikan dari nilai manfaat (optimalisasi).

Hal ini sejalan dengan rekomendasi dari hasil Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) agar penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dilakukan secara berkeadilan melalui penurunan rasio penggunaan nilai manfaat dan berpotensi menggerus dana pokok setoran haji.

BPIH 2022, sebesar Rp98.379.021,09 dengan komposisi Bipih sebesar Rp39.886.009,00 (40,54%) dan nilai manfaat (optimalisasi) sebesar Rp58.493.012,09 (59,46%). Sementara usulan Kemenag untuk BPIH 2023, sebesar Rp98.893.909,11 dengan komposisi Bipih sebesar Rp69.193.734,00 (70%) dan nilai manfaat (optimalisasi) sebesar Rp29.700.175,11 (30%).

Komponen yang dibebankan langsung kepada jemaah, digunakan untuk membayar: 1) Biaya Penerbangan dari Embarkasi ke Arab Saudi (PP) sebesar Rp33.979.784,00; 2) Akomodasi Makkah Rp18.768.000,00; 3) Akomodasi Madinah Rp5.601.840,00; 4) Living Cost Rp4.080.000,00; 5) Visa Rp1.224.000,00; dan 6) Paket Layanan Masyair Rp5.540.109,60. Usulan ini disampaikan ke DPR yang akan dibahas dalam Panitia Kerja untuk kemudian ditetapkan menjadi kebijakan.

Sebelumnya dalam Mudzakarah Perhajian Indonesia di Pesantren Salafiyah Syafi’iyyah Situbondo pada akhir November tahun lalu, Rais Syuriah PBNU yang juga Wakil Pengasuh Pesantren Salafiyah Syafi’iyyah Situbondo KH Afifuddin Muhajir menggarisbawahi pentingnya mendistribusikan nilai manfaat dana haji secara proporsional. Hal itu didasarkan pada kemaslahatan dan keadilan. 

Menurut Kyai Afifuddin, haji hanya wajib bagi orang yang memiliki kemampuan membayar secara sempurna Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang ditetapkan pemerintah. Namun, penetapan BPIH harus atas dasar keadilan bagi kedua pihak, pemerintah dan jemaah. 

“Penentuan BPIH harus berdasarkan kemaslahatan dan keadilan dua belah pihak. Tidak merugikan negara dan tidak merugikan calon jemaah. Bagaimana jemaah tidak diberatkan dan bagaimana negara tidak rugi,” terang Kyai Afifuddin.

Mudzakarah tersebut dihadiri para ulama yang tergabung dalam konsultan ibadah haji 2022, para akademisi, termasuk pakar keuangan dari Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

Ibadah haji ini hakikatnya sama saja dengan ibadah salat, basisnya individu. Karena itu yang membiayai pelaksanaan ibadah haji adalah individu umat Islam yang bersangkutan. Jika terjadi peningkatan biaya, karena ada peningkatan biaya pada aspek hotel, pesawat, makan, dan lainnya, itu hakikatnya ditanggung oleh setiap umat Islam yang menjalankan ibadah haji. Itu sebagai konsekuensi dari haji berbasis dari individu.

Istitha’ah dalam Islam banyak aspeknya. Salah satunya adalah Istitha’ah Maliyah, punya kemampuan secara finansial untuk melaksanakan ibadah haji. Artinya, umat Islam yang tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan ibadah haji, maka tidak wajib baginya untuk melaksanakan ibadah haji.

Tentu ikhwal biaya haji ini terkait pula dengan peningkatan pelayanan dan harus dikawal agar pelayanan haji dapat maksimal sebagaimana tagline haji kita bersama, haji Indonesia, mabrur, sehat, barokah!

Media Sosial

Terpopuler

Artikel terkait