Nurul Badruttamam, Sekretaris Lembaga Dakwah PBNU
Keragaman di Indonesia adalah anugerah yang diberikan Sang Kuasa, bukan hanya keragaman dalam Agama tapi juga suku, bangsa, bahasa, dan budaya. Bhinneka tunggal Ika, demikian semboyan mengajarkannya, berbeda namun tetap satu jua terbingkai dalam Pancasila, dasar negara.
Dalam kehidupan beragama, tak jarang adanya perbedaan penafsiran dalam praktik maupun ritual keagamaan dengan dasar kebenaran yang diyakini juga yang dipraktikan. Tak urung perbedaan cara pandang inilah yang menimbulkan berbagai konflik berlatar agama. Fanatisme ekstrem terhadap kebenaran tafsir tertentu dalam satu agama, merasa paling benar sendiri hingga menyalahkan dan menyesatkan paham agama lain adalah benih-benih perpecahan yang mengharuskan kita untuk waspada.
Bukan hanya di Indonesia, bahkan dunia, konflik berlatar agama selalu menjadi sebab paling mengerikan kehancuran sebuah negara di dunia. Sebagaimana agama menjadi sebab timbulnya berbagai konflik, agama juga memiliki kapasitas yang sama untuk menjadi solusi dari berbagai persoalan yang timbul karenanya. Setidaknya itulah yang menjadi semangat adanya forum agamawan R20 (Religion of Twenty) yang diinisiasi oleh KH. Yahya Cholil Staquf sebagai Ketua Umum PBNU pada 2-3 November 2022 di Bali.
1 Abad NU Merawat Jagat Membangun Peradaban
Spirit NU untuk terus berperan dalam kancah dunia dapat dirasakan saat Peringatan Hari Lahir Ke-96 Nahdlatul Ulama, yang mengusung tema Menyongsong 100 Tahun Nahdlatul Ulama: “Merawat Jagat, Membangun Peradaban”. Tema ini sekaligus menjadi semangat dalam pengukuhan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) masa khidmat 2022-2027.
Tema ini sekaligus menjadi perwujudan dari dawuh Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asyari dalam pidatonya saat muktamar NU pertama kali. Sebuah cita-cita besar di balik pendirian NU yang sampai hari ini kita kenal sebagai Qonun Asasi yakni menjadikan NU sebagai wahana konsolidasi semesta, meretas jalan baru untuk membangun peradaban. Sebuah harapan sekaligus pesan kepada jam’iyah untuk mewujudkan cita-cita membangun peradaban baru, kemanusiaan yang universal.
Merawat jagat, membangun peradaban bukan hanya sekadar jargon. Lebih dari itu, ada pemaknaan mendalam yang menjadi nafas dalam setiap program kerja NU, yang diimplementasikan dalam satu langkah padu jam’iyah untuk kembali meneguhkan perannya sebagai khalifah di muka bumi. Mewujudkan Islam yang menjadi rahmat bagi semesta, rahmatan lil alamin. Demikian pesan eksplisit yang tentunya dapat diimplementasikan dalam setiap laku nyata sebagai jam’iyah.
Sedangkan pesan yang dapat kita maknai dari komitmen membangun peradaban adalah komitmen NU untuk selalu hadir dalam mewujudkan peradaban dunia. Kehadiran NU sebagai problem solver dari peliknya berbagai permasalahan global terus dinantikan oleh dunia untuk menumbuhkan harapan dalam mewujudkan tatanan dunia baru.
Kerja peradaban NU yang dinakhodai Gus Yahya kemudian diwujudkan dengan inisiatif untuk membuat Gerakan spiritual sekaligus kultural dalam perhelatan R20. Kehadiran dari perwakilan 32 negara dan 464 partisipan dari para pemimpin agama dan aneka sekte dunia tentu saja menjadikan R20 bukan hanya sebagai official engagement kegiatan presidensi G20 tetapi juga sekaligus memiliki bargain dalam mewujudkan perdamaian dunia. Ihwal untuk terus melunasi janji kemerdekaan yang termaktub pada UUD 1945.
Menyemai Moderasi Beragama kepada Dunia
Pemerintah Indonesia sebagai pemegang presidensi G20 memberikan dukungan penuh atas terselenggaranya perhelatan R20 dengan menjadikannya R20 sebagai official engangement G20. Artinya, presidensi G20 telah memproklamasikan agama sebagai bagian terintegal dalam mendesain solusi masalah global.
Sekaligus ini memiliki makna bahwa R20 tidak terisolasi sebagai gerakan keagamaan belaka, tapi berkaitan dan berhubungan baik dengan pemerintah serta kekuatan politik lain. R20 sebagai Forum Pemimpin Agama Dunia yang dihelat di Bali ini tentu bertujuan untuk mengerucutkan konsensus antar pemimpin agama guna menjadikan agama sebagai sumber solusi dunia. Sebagai tuan rumah, Indonesia dipercaya dapat menjadi kiblat dalam praktik beragama yang moderat.
Konsep moderasi beragama memiliki peran strategis dalam mewujudkan keharmonisan berbangsa dan bernegara, hal ini bahkan diatur dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Dalam RPJMN tersebut terdapat empat indikator moderasi beragama, yaitu komitmen kebangsaan, anti kekerasan, toleransi, dan ramah tradisi. Melalui program prioritas Kementerian Agama, tahun 2022 juga telah dicanangkan sebagai tahun toleransi, sebagai bentuk komitmen untuk menjaga sekaligus merawat persatuan bangsa.
Moderasi beragama, adalah salah satu upaya untuk merawat karakter keberagamaan yang moderat, toleran dan saling menghormati. Sebuah spirit untuk menjaga dan merawat harmoni dan keragaman di Indonesia. Masyarakat Indonesia yang terkenal dengan toleransinya memiliki modal sosial dan kultural yang cukup mengakar.
Di Indonesia, kita biasa bertenggang rasa, toleran, menghormati persaudaraan, dan menghargai keragaman. Boleh dikata, nilainilai fundamental seperti itulah yang menjadi fondasi dan filosofi dalam menjalani moderasi beragama. Nilai yang tentunya tertanam pada semua agama.
Moderasi harus dipahami sebagai komitmen bersama untuk menjaga keseimbangan yang paripurna, di mana setiap warga masyarakat, apa pun suku, etnis, budaya, agama, dan pilihan politiknya harus mau saling mendengarkan satu sama lain, serta saling belajar melatih kemampuan mengelola dan mengatasi perbedaan.
Moderasi beragama bukan berarti memoderasi agama, karena agama dalam dirinya sudah mengandung prinsip moderasi, yaitu keadilan dan keseimbangan. Secara substantif moderasi beragama sebenarnya bukan hal baru bagi bangsa kita dan jelas bahwa moderasi beragama sangat erat terkait dengan menjaga kebersamaan dengan memiliki sikap tenggang rasa. Warisan leluhur yang mengajarkan kita untuk saling memahami dan ikut merasakan satu sama lain yang berbeda dengan kita.
Tentu spirit ini dapat kita gelorakan dalam mengelola kerukunan antarumat beragama dan kemajemukan bangsa di dunia. Semangat beragama yang inklusif dan menjadikan Indonesia sebagai kiblat toleransi dan keberagaman dunia.